Cerita Fabel Hewan – Pengertian fabel menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cerita yang menggambarkan watak dan budi manusia yang pelakunya diperankan oleh binatang (berisi pendidikan moral dan budi pekerti). Jadi secara singkat fabel diartikan sebagai kehidupan hewan yang prilakunya menyerupai manusia.
Kata fabel secara etimologi berasal dari bahasa Latin yaitu “fibula” yang berarti “cerita”. Fabel adalah bagian dari sastra yang berupa cerita ringkas dan singkat yang bertujuan menyampaikan pesan moral.
Kisah dalam sebuah fabel tidak mungkin kisah nyata karena semuanya hanya fiktif yang dikarang oleh penulis untuk edukasi moral dan sejenisnya.
Hal tersebut menyebabkan segala kisah yang diceritakan hanya bersifat fantasi karena pada dasarnya fabel dikarang dengan maksud menyindir prilaku atau watak manusia.
Mengarang sebuah fabel juga harus memperhatikan beberapa aspek diantaranya struktur penulisan; unsur penulisan; serta amanat yang ingin disampaikan melalui ceritanya.
Baca Cerita lainnya:
Kumpulan Contoh Cerita Fabel Singkat dan Terbaru
Contoh cerita hewan atau fabel sangatlah banyak, baik cerita fabel dari Indonesia maupun dri belahan dunia lainnya. Berikut kami sajikan 30 cerita fabel yang seru dan penuh makna.
1. Si Bangau dan Si Parto | Balas Budi Si Burung Bangau
Dahulu kala di suatu desa di tepi hutan, hidup seorang pemuda bernama Si Parto. Kerjanya mengambil kayu bakar di gunung dan menjualnya ke kota. Uang hasil penjualan dibelikannya makanan.
Terus seperti itu setiap harinya. Hingga pada suatu hari ketika ia berjalan pulang dari kota ia melihat sesuatu yang menggelepar di atas hujan.
Setelah di dekatinya ternyata seekor burung bangau yang terjerat diperangkap sedang meronta-ronta. Si Parto segera melepaskan perangkap itu.
Bangau itu sangat gembira, ia berputar-putar di atas kepala Si Parto beberapa kali sebelum terbang ke angkasa. Karena cuaca yang sangat dingin, sesampainya di rumah, Si Parto segera menyalakan tungku api dan menyiapkan makan malam. Saat itu terdengar suara ketukan pintu di luar rumah.
Ketika pintu dibuka, tampak seorang gadis yang cantik sedang berdiri di depan pintu. Kepalanya dipenuhi dengan hujan. “Masuklah, nona pasti kedinginan, silahkan hangatkan badanmu dekat tungku,” ujar Si Parto. “Nona mau pergi kemana sebenarnya ?”, Tanya Si Parto. “Aku bermaksud mengunjungi temanku, tetapi karena hujan turun dengan lebat, aku jadi tersesat.” “Bolehkah aku menginap di sini malam ini ?” “Boleh saja Nona, tapi aku ini orang miskin, tak punya kasur dan makanan.”, kata Si Parto. “Tidak apa-apa, aku hanya ingin diperbolehkan menginap”. Kemudian gadis itu merapikan kamarnya dan memasak makanan yang enak.
Ketika terbangun keesokan harinya, gadis itu sudah menyiapkan nasi. Si Parto berpikir bahwa gadis itu akan segera pergi, ia merasa kesepian. Hujan masih turun dengan lebatnya. “Tinggallah disini sampai hujan reda.” Setelah lima hari berlalu hujan mereda. Gadis itu berkata kepada Si Parto, “Jadikan aku sebagai istrimu, dan biarkan aku tinggal terus di rumah ini.” Si Parto merasa bahagia menerima permintaan itu. “Mulai hari ini panggillah aku Parti”, ujar si gadis. Setelah menjadi Istri Si Parto, Parti mengerjakan pekerjaan rumah dengan sungguh-sungguh. Suatu hari, Parti meminta suaminya, Si Parto, membelikannya benang karena ia ingin menenun.
Parti mulai menenun. Ia berpesan kepada suaminya agar jangan sekali-kali mengintip ke dalam penyekat tempat Parti menenun. Setelah tiga hari berturut-turut menenun tanpa makan dan minum, Parti keluar. Kain tenunannya sudah selesai. “Ini tenunannya Pak. Kalau dibawa ke kota pasti akan terjual dengan harga mahal. Si Parto sangat senang karena kain tenunannya dibeli orang dengan harga yang cukup mahal. Sebelum pulang ia membeli bermacam-macam barang untuk dibawa pulang. “Berkat kamu, aku mendapatkan uang sebanyak ini, terima kasih istriku. Tetapi sebenarnya para saudagar di kota menginginkan kain seperti itu lebih banyak lagi. “Baiklah akan aku buatkan”, ujar Parti. Kain itu selesai pada hari keempat setelah Parti menenun. Tetapi tampak Parti tidak sehat, dan tubuhnya menjadi kurus. Parti meminta suaminya untuk tidak memintanya menenun lagi.
Di kota, Sang Saudagar minta dibuatkan kain satu lagi untuk Kimono tuan Putri. Jika tidak ada maka Si Parto akan dipenggal lehernya. Hal itu diceritakan Si Parto pada istrinya. “Baiklah akan ku buatkan lagi, tetapi hanya satu helai ya”, kata Parti.
Karena cemas dengan kondisi istrinya yang makin lemah dan kurus setiap habis menenun, Si Parto berkeinginan melihat ke dalam ruangan tenun. Tetapi ia sangat terkejut ketika yang dilihatnya di dalam ruang menenun, ternyata seekor bangau sedang mencabuti bulunya untuk ditenun menjadi kain. Sehingga badan bangau itu hampir gundul kehabisan bulu. Bangau itu akhirnya sadar dirinya sedang diperhatikan oleh Si Parto, bangau itu pun berubah wujud kembali menjadi Parti. “Akhirnya kau melihatnya juga”, ujar Parti.
“Sebenarnya aku adalah seekor bangau yang dahulu pernah Kau tolong”, untuk membalas budi aku berubah wujud menjadi manusia dan melakukan hal ini,” ujar Parti. “Berarti sudah saatnya aku berpisah denganmu”, lanjut Parti. “Maafkan aku, kumohon jangan pergi,” kata Si Parto. Parti akhirnya berubah kembali menjadi seekor bangau. Kemudian ia segera mengepakkan sayapnya terabng keluar dari rumah ke angkasa. Tinggallah Si Parto sendiri yang menyesali perbuatannya.
2. Ikan Emas Ajaib dan Si Nenek Serakah
Dahulu kala, di suatu desa terpencil, tinggalah sepasang kakek dan nenek yang miskin. Pekerjaan si kakek adalah mencari ikan di laut. Meski hampir setiap hari kakek pergi menjala ikan, namun hasil yang didapat hanya cukup untuk makan sehari-hari saja. Bahkan tidak jarang si kakek pulang dengan tangan hampa, namun itu semua dijalani si kakek dengan sabar.
Suatu hari ketika si kakek sedang menjala ikan, tiba-tiba jalanya terasa sangat berat. Seperti ada ikan raksasa yang tersangkut di jalanya. “Ah, pasti ikan yang sangat besar,” pikir si kakek. Dengan sekuat tenaga si kakek menarik jalanya. Namun ternyata tidak ada apapun kecuali seekor ikan kecil yang tersangkut di jalanya. Rupanya ikan kecil itu bukan ikan biasa, badannya berkilau seperti emas dan bisa berbicara seperti layaknya manusia.
“Kakek, tolong lepaskan aku. Aku akan mengabulkan semua permintaanmu!” kata si ikan emas. Si kakek berpikir sejenak, lalu katanya, “aku tidak memerlukan apapun darimu, tapi aku akan melepaskanmu. Pergilah!”. Kakek melepaskan ikan emas itu kembali ke laut, lalu dia pun kembali pulang. Sesampainya di rumah, nenek menanyakan hasil tangkapan kakek.
“Hari ini aku hanya mendapatkan satu ekor ikan emas, dan itupun sudah aku lepas kembali,” kata kakek, “aku yakin kalau itu adalah ikan ajaib, karena dia bisa berbicara. Katanya dia akan memberiku imbalan jika aku mau melepaskannya.”
“Lalu apa yang kau minta,” tanya nenek. “Tidak ada,” kata kakek.
“Oh, alangkah bodohnya!” seru nenek.
“Setidaknya kau bisa meminta roti untuk kita makan. Pergilah dan minta padanya!” Maka dengan segan kakek kembali ke tepi pantai dan berseru:
Wahai ikan emas ajaib,
Datanglah kemari…
Kabulkan keinginan kami!
Tiba-tiba si ikan emas muncul di permukaan laut. “Apa yang kau inginkan, kek?” katanya. “Istriku marah padaku, berikan aku roti untuk makan malam, maka dia akan memaafkanku!” pinta si kakek. “Pulanglah! Aku telah mengirimkan roti yang banyak ke rumahmu.” kata si ikan.
Maka pulanglah si kakek. Setibanya di rumah, didapatinya meja makan telah penuh dengan roti. Tapi istrinya masih tampak marah padanya, katanya: “Kita telah punya banyak roti, tapi meja kita rusak, aku tidak bisa meletakkan roti-roti ini di meja.
Pergilah kembali ke laut, dan mintalah ikan ajaib memberikan kita meja yang baru!” kata nenek. Terpaksa si kakek kembali ke tepi laut dan berseru: Wahai ikan emas ajaib,
Datanglah kemari…
Kabulkan keinginan kami!
“Uuuups!” ikan emas muncul, “Apa lagi yang kau inginkan, kek?” “Nenek menyuruhku memintamu agar memberikan kami meja yang baru,” pinta kakek.
“Baiklah,” kata ikan. “Kau boleh memiliki meja baru juga.”
Si kakek pun kembali pulang. Belum lagi menginjak halaman, si nenek sudah menghadangnya. “Pergilah lagi! Mintalah pada si ikan emas untuk membuatkan kita sebuah rumah baru. Kita tidak bisa tinggal di sini terus, rumah ini sudah hampir roboh. ”Maka si kakek pun kembali ke tepi laut dan berseru:
Wahai ikan emas ajaib,
Datanglah kemari…
Kabulkan keinginan kami!
Dalam sekejap ikan emas itu muncul di hadapan si kakek, “apa yang kau inginkan lagi, kakek?” “Buatkanlah kami rumah baru!” pinta kakek, “istriku sangat marah, dia tidak ingin tinggal di rumah kami yang lama karena rumah itu sudah hampir roboh.” “Tenanglah kek! Pulanglah! Keinginanmu sudah kukabulkan.”
Kakek pun pulang. Sesampainya di rumah, dilihatnya bahwa rumahnya telah menjadi baru. Rumah yang indah dan terbuat dari kayu yang kuat. Dan di depan pintu rumah itu, nenek sedang menunggunya dengan wajah yang tampak jauh lebih marah dari sebelumnya. “Dasar kakek bodoh! Jangan kira aku akan merasa puas hanya dengan membuatkanku rumah baru ini. Pergilah kembali, dan mintalah pada ikan emas itu bahwa aku tidak mau menjadi istri nelayan. Aku ingin menjadi nyonya bangsawan. Sehingga orang lain akan menuruti keinginanku dan menghormatiku!” Untuk kesekian kalinya, si kakek kembali ke tepi laut dan berseru:
Wahai ikan emas ajaib,
Datanglah kemari…
Kabulkan keinginan kami!
Dalam sekejap ikan emas itu muncul di hadapan si kakek, “apa yang kau inginkan lagi, kakek?” “Istriku tidak bisa membuatku tenang. Dia bahkan semakin marah. Katanya dia sudah lelah menjadi istri nelayan dan ingin menjadi nyonya bangsawan” pinta kakek. “Baiklah. Pulanglah! Keinginanmu sudah dikabulkan!” kata ikan emas.
Alangkah terkejutnya si kakek ketika kembali ternyata kini rumahnya telah berubah menjadi sebuah rumah yang megah. Terbuat dari batu yang kuat, tiga lantai tingginya, dengan banyak sekali pelayan di dalamnya. Si kakek melihat istrinya sedang duduk di sebuah kursi tinggi sibuk memberi perintah kepada para pelayan.
“Hallooo istriku,” sapa si kakek. “Betapa tidak sopannya,” kata si nenek. “Berani sekali kau mengaku sebagai suamiku. Pelayan! Bawa dia ke gudang dan beri dia 40 cambukan!” Segera saja beberapa pelayan menyeret si kakek ke gudang dan mencambuknya sampai si kakek hampir tidak bisa berdiri. Hari berikutnya istrinya memerintahkan kakek untuk bekerja sebagai tukang kebun. Tugasnya adalah menyapu halaman dan merawat kebun. “Dasar perempuan jahat!” pikir si kakek. “Aku sudah memberikan dia keberuntungan tapi dia bahkan tidak mau mengakuiku sebagai suaminya.”
Lama kelamaan si nenek bosan menjadi nyonya bangsawan, maka dia kembali memanggil si kakek: “Hai lelaki tua, pergilah kembali kepada ikan emasmu dan katakan ini padanya: aku tidak mau lagi menjadi nyonya bangsawan, aku mau menjadi ratu.” Maka kembalilah si kakek ke tepi laut dan berseru”
Wahai ikan emas ajaib,
Datanglah kemari…
Kabulkan keinginan kami!
Dalam sekejap ikan emas itu muncul di hadapan si kakek, “apa yang kau inginkan lagi, kakek?” “Istriku semakin keterlaluan. Dia tidak ingin lagi menjadi nyonya bangsawan, tapi ingin menjadi ratu.”
“Baiklah. Pulanglah! Keinginanmu sudah dikabulkan!” kata ikan emas.
Sesampainya kakek di tempat dulu rumahnya berdiri, kini tampak olehnya sebuah istana beratap emas dengan para penjaga berlalu lalang. Istrinya yang kini berpakainan layaknya seorang ratu berdiri di balkon dikelilingi para jendral dan gubernur. Dan begitu dia mengangkat tangannya, drum akan berbunyi diiringi musik dan para tentara akan bersorak sorai.
Setelah sekian lama, si nenek kembali bosan menjadi seorang ratu. Maka dia memerintahkan para jendral untuk menemukan si kakek dan membawanya ke hadapannya. Seluruh istana sibuk mencari si kakek. Akhirnya mereka menemukan kakek di kebun dan membawanya menghadap ratu.
“Dengar lelaki tua! Kau harus pergi menemui ikan emasmu! Katakan padanya bahwa aku tidak mau lagi menjadi ratu. Aku mau menjadi dewi laut sehingga semua laut dan ikan-ikan di seluruh dunia menuruti perintahku.”
Kakek terkejut mendengar permintaan istrinya, dia mencoba menolaknya. Tapi apa daya nyawanya adalah taruhannya, maka dia terpaksa kembali ke tepi laut dan berseru:
Wahai ikan emas ajaib,
Datanglah kemari…
Kabulkan keinginan kami!
Kali ini si ikan emas tidak muncul di hadapannya. Kakek mencoba memanggil lagi, namun si ikan emas tetap tidak mau muncul di hadapannya. Dia mencoba memanggil untuk ketiga kalinya. Tiba-tiba laut mulai bergolak dan bergemuruh. Dan ketika mulai mereda muncullah si ikan emas, “apa yang kau inginkan lagi, kakek?”
“Istriku benar-benar telah menjadi gila,” kata kakek. “Dia tidak mau lagi menjadi ratu tapi ingin menjadi dewi laut yang bisa mengatur lautan dan memerintah semua ikan.”
Si ikan emas terdiam dan tanpa mengatakan apapun dia kembali menghilang ke dalam laut. Si kakek pun terpaksa kembali pulang. Dia hampir tidak percaya pada penglihatannya ketika menyadari bahwa istana yang megah dan semua isinya telah hilang. Kini di tempat itu, berdiri sebuah gubuk reot yang dulu ditinggalinya. Dan di dalamnya duduklah si nenek dengan pakaiannya yang compang-camping. Mereka kembali hidup seperti dulu. Kakek kembali melaut. Namun seberapa kerasnya pun dia bekerja. hasil yang didapat hanya cukup untuk makan sehari-hari saja.
3. Kisah Burung Pipit Berlidah Pendek
Pada Zaman dahulu kala, di suatu desa kecil di Negara Jepang tinggalah sepasang kakek dan nenek. Kakek adalah seorang yang sangat baik hati dan pekerja keras. Sebaliknya nenek adalah seorang penggerutu dan senang mencaci maki, sikapnya juga kasar dan buruk. Itulah sebabnya kakek lebih suka menghabiskan waktunya dengan bekerja di ladang dari pagi hingga petang. Mereka tidak dikaruniai anak, tapi kakek memiliki seekor burung pipit yang selalu menghiburnya. Dia sangat cantik dan diberi nama Suzume. Kakek sangat menyayanginya. Setiap petang sepulangnya dari ladang, kakek akan membuka kandang Suzume, membiarkannya terbang di dalam rumah, lalu mengajaknya bermain, berbicara, dan mengajarinya trik-trik yang dengan cepat dipelajarinya.
Suatu hari, saat kakek pergi bekerja, nenek mulai membereskan rumah. Kemarin nenek sudah menyiapkan bubur tepung beras untuk melicinkan pakaian yang sudah dicuci. Bubur itu disimpannya di atas meja. Tapi kini mangkuk buburnya telah kosong. Rupanya kakek lupa menutup kandang Suzume, sehingga dia terbang di sepanjang rumah dan memakan bubur tepung beras nenek. Saat si nenek kebingungan mencari siapa yang menghabiskan buburnya, Suzume terbang menghampiri nenek. Dia membungkuk memberi hormat lalu kicaunya: “Sayalah yang memakan bubur tepung beras nenek. Saya pikir itu adalah makanan untukku. Saya mohon maafkanlah saya. Twit! Twit! Twit……!”
Nenek sangat marah mendengar pengakuan si burung pipit. Memang nenek tidak pernah menyukai Suzume. Baginya keberadaan Suzume hanya mengotori rumah saja. Ini adalah kesempatan si nenek untuk melampiaskan kemarahannya. Maka keluarlah cacian dari mulut nenek.
Tidak cukup sampai disitu nenek yang kalap merenggut Suzume yang malang dan memotong lidahnya hingga putus. “Ini adalah pelajaran buatmu!” kata nenek, “karena dengan lidah ini kamu memakan bubur tepung berasku! Sekarang pergilah dari sini! Aku tak mau melihatmu lagi!” Suzume hanya bisa menangis menahan sakit, dan terbang jauh ke arah hutan.
Sore harinya kakek pulang dari ladang. Seperti biasa kakek menghampiri kandang Suzume untuk mengajaknya bermain. Tapi ternyata kandang itu sudah kosong. Dicarinya Suzume di sekeliling rumah dan dipangilnya, namun Suzume tidak juga muncul. Kakek merasa yakin bahwa neneklah yang telah membuat Suzume pergi. Maka kakek pun menghampiri nenek dan bertanya: “Kemana Suzume? Kau pasti tahu dimana dia.” “Burung pipitmu?” kata nenek, “Aku tidak tahu dimana dia. Aku tidak melihatnya sepanjang hari ini. Oh, mungkin dia jenis burung yang tidak tahu berterima kasih. Makanya dia kabur dan tak ingin kembali meskipun kau sangat menyayanginya.” Kakek tentu saja tidak percaya dengan perkataan nenek. Dia memaksanya untuk berbicara jujur. Akhirnya nenek mengaku telah mengusir Suzume dan memotong lidahnya.
Itu hukuman karena dia telah berbuat nakal” kata nenek. “Kenapa kau begitu kejam?” kata kakek. Dia sebenarnya sangat marah, tapi dia terlalu baik untuk menghukum istrinya yang kejam. Namun dia tidak bisa berhenti mengkhawatirkan Suzume yang pasti sangat menderita. “Betapa malangnya Suzume. Dia pasti kesakitan. Dan tanpa lidahnya dia mungkin tidak bisa berkicau lagi,” pikir kakek. Dia bertekad untuk mencari Suzume sampai ketemu besok pagi.
Esoknya, pagi-pagi sekali kakek sudah berkemas dan bersiap pergi untuk mencari Suzume. Dia pergi ke bukit lalu ke dalam hutan. Di setiap rumpunan bambu yang ditemuinya, dia akan berhenti dan mulai memanggilnya:
“Dimana oh dimana burung pipitku yang malang,
Dimana oh dimana burung pipitku yang malang”
Kakek terus mencari Suzume tanpa kenal lelah. Dia bahkan lupa kalau perutnya belum diisi sejak pagi. Sore harinya, sampailah kakek di rumpunan bambu yang rimbun. Dia pun mulai memanggil lagi:
“Dimana oh dimana burung pipitku yang malang,
Dimana oh dimana burung pipitku yang malang”
Dari rimbunan bambu tersebut, keluarlah Suzume. Dia membungkukan kepalanya, memberi hormat pada kakek. Kakek senang sekali bisa menemukan Suzume, apalagi ternyata lidah Suzume telah tumbuh lagi sehingga dia tetap bisa berkicau. Suzume mengajak kakek untuk mampir ke rumahnya. Ternyata Suzume memiliki keluarga dan mereka tinggal di sebuah rumah seperti layaknya manusia.
“Suzume pasti bukan burung biasa,” pikir kakek. Kakek mengikuti Suzume memasuki rumpunan bambu. Rumah Suzume ternyata sangat indah. Dindingnya terbuat dari bambu berwarna putih cerah. Karpetnya sangat lembut, bantal yang didudukinya sangat empuk dan dilapisi sutra yang sangat halus. Ruangannya sangat luas dan dihiasi ornamen-ornamen yang cantik. Kakek disuguhi berbagai makanan dan minuman yang sangat lezat, juga tarian burung pipit yang sangat menakjubkan. Kakek juga diperkenalkan kepada seluruh anggota keluarga Suzume. Mereka semua sangat berterima kasih pada kakek yang telah merawat Suzume dengan baik. Sebaliknya kakek pun memohon maaf atas perlakuan istrinya yang kejam terhadap Suzume.
Waktu berlalu tanpa terasa. Malam pun semakin larut. Akhirnya kakek meminta diri dan berterima kasih atas sambutan keluarga Suzume yang hangat. Suzume memohon supaya kakek menginap satu atau dua malam, namun kakek bersikeras untuk pulang karena pasti nenek kebingungan mencarinya. Kakek berjanji akan sering-sering mengunjungi suzume lain waktu. Sebelum pulang Suzume memaksa kakek untuk memilih kotak hadiah untuk dibawanya pulang. Ada dua buah kotak yang ditawarkan. Satu kecil dan satu lagi besar. Kakek memilih kotak kecil. “Aku sudah tua dan lemah,” katanya. “Aku tidak akan kuat jika harus membawa kotak yang besar.”
Suzume dan keluarganya mengantarkan kakek sampai keluar dari rumpunan bambu dan sekali lagi membungkukan kepalanya memberi hormat.
Setibanya di rumah, nenek langsung mencecarnya: “Kemana saja seharian? Kenapa begitu malam baru pulang?” tanyanya. Kakek mencoba menenangkannya dan memperlihatkan kotak yang didapatnya dari Suzume. Kakek juga menceritakan pertemuannya dengan Suzume. “Baiklah!” kata nenek. “Sekarang cepat buka kotak itu! Kita lihat apa isinya.” Maka mereka lalu membuka kotak itu bersama-sama. Betapa terkejutnya mereka, ternyata kotak itu penuh berisi uang emas, perak dan perhiasan-perhiasan yang sangat indah. Kakek mengucap syukur berkali-kali atas anugerah itu. Tapi nenek yang serakah malah memarahi kakek karena tidak memilih kotak yang besar. “Kalau kotak yang kecil saja isinya bisa sebayak ini apalagi kotak yang besar,” teriaknya.
Esok paginya setelah memaksa kakek untuk menunjukkan jalan ke tempat Suzume, nenek pergi dengan penuh semangat. Kakek mencoba melarangnya, namun sia-sia saja. Setelah melewati bukit dan masuk ke dalam hutan, sampailah si nenek di tepi rimbunan bambu, maka dia pun mulai memanggil:
“Dimana oh dimana burung pipitku yang malang, Dimana oh dimana burung pipitku yang malang” Suzume pun keluar dari rimbunan bambu dan membungkukan kepalanya ke arah nenek. Tanpa membuang waktu dan tanpa malu nenek berkata:
“Saya tidak akan membuang waktumu. Aku datang kesini hanya untuk meminta kotak yang kemarin ditolak oleh kakek. Setelah itu aku akan pergi.” Suzume memberikan kotak yang diminta, dan tanpa mengucapkan terima kasih, nenek segera meninggalkan tempat itu. Kotak itu sangat berat. Dengan terseok-seok nenek memanggulnya. Semakin lama kotak itu semakin berat, seolah-olah berisi ribuan batu. “Kotak ini pasti berisi harta karun yang sangat banyak,” pikir nenek. Dia sudah tidak sabar ingin mengetahui isi kotak tersebut. Maka dia menurunkan kotak itu dari punggungnya dan lalu membukanya. Wuuuuush……!!! Dari dalam kotak itu keluar ribuan makhluk yang menyeramkan dan mengejar nenek yang langsung lari terbirit-birit. Beruntung nenek bisa sampai di rumahnya meski jantungnya serasa mau putus. Kepada kakek dia menceritakan apa yang dialaminya. “Itulah hukuman bagi orang yang serakah,” kata kakek. “Semoga ini menjadi pelajaran buatmu.” Sejak saat itu nenek tidak pernah lagi mengeluarkan kata-kata kasar dan selalu berlaku baik pada orang lain. Dan mereka berdua hidup bahagia selamanya.
4. Monyet dan Babi Hutan
Di suatu hutan rimba hidup seekor Babi hutan yang pemurung. Ia mempunyai tetangga seekor Monyet yang mempunyai sifat sebaliknya. Monyet itu periang, banyak memiliki sahabat, serta pintar memberi nasihat. Karena senantiasa sedih dan murung, suatu hari Babi hutan pergi ke rumah Monyet.
Setelah menempuh perjalanan yang tidak begitu jauh, akhirnya Babi hutan sampai di rumah Monyet. Saat itu terlihat Monyet sedang berbaring sambil bersiul di serambi rumahnya. Babi hutan berkata, “Monyet, kudengar kau binatang paling bijaksana di rimba belantara. Benarkah itu?” Sahut monyet, “Kata warga rimba, memang demikian.”, kata Babi Hutan. “Bolehkah aku meminta nasihat padamu?” kata Babi hutan lebih lanjut.
“Oh silahkan, memangnya kamu ada masalah apa, aku lihat kamu baik-baik saja”, kata Monyet. “Begini, Monyet. Aku tidak pernah merasa bahagia dalam hidup ini. Apa gerangan sebabnya?” Apakah aku terkena kutukan dari dewa? Tanya Babi hutan kemudian.
Monyet berpikir sejenak, kemudian jawabnya, “Ohoooo…. Babi hutan, kamu tidak terkena kutukan. Aku ada nasihat kepadamu, pergilah cari pohon Bonga. Buahnya berwarna hitam. Petiklah buahnya, lalu makanlah. Dengan memakan sebuah Bonga saja kau akan merasakan bahagia seumur hidupmu.”
“Buah Bonga? Aku baru mendengar sekarang. Di mana terdapat pohon buah itu?” Semudah itukah untuk merasakan bahagia?” Tanya Babi hutan. “Sudahlah, ikuti saja petunjukku.” Jawab Monyet. “Pergi saja kamu dan bertanyalah kepada penduduk hutan ini dimana tempatnya pohon Bonga berada”, kata Monyet kemudian. Babi hutan menjawab, “ Baiklah Monyet, akan aku ikuti nasihatmu.”
Esoknya Babi hutan bergegas pergi berkelana di hutan belantara untuk mencari buah kebahagiaan itu. Kesana kemari babi hutan mencari buah itu, dia bertanya kepada para penghuni hutan untuk minta tahu dimana gerangan pohon Bonga berada.
Pada suatu sore menjelang malam di tepi danau Babi hutan bertemu dengan Kerbau. “Hai Kerbau yang baik hati, tahukah kamu dimana pohon Bonga berada?” Tanya Babi hutan. “Pohon Bonga?” aku belum pernah mendengarnya.” Jawab Kerbau. Mereka berdua terlibat pembicaraan mengenai pohon Bonga. Sampai akhirnya matahari hampir tenggelam Kerbau mengajak Babi hutan untuk bermalan di rumahnya. Akhirnya malam itu Babi hutan menginap di rumah Kerbau, sampai larut malam mereka berdiskusi tentang pohon Bonga sampai tanpa terasa keduanya tertidur pulas.
Pagi-pagi sekali Babi hutan segera berpamitan kepada Kerbau untuk melanjutkan perjalanannya mencari pohon Bonga. Demikianlah seterusnya tanpa menyerah Babi hutan berkelana mencari keberadaan pohon Bonga.
Sampai tak terasa sudah satu tahun Babi hutan berkelana dan akhirnya ia tiba di rimba tempat ia lahir. Monyet menyambut kedatangan babi hutan, yang kini wajahnya segar dan ceria. Tanya monyet, “sudahkah kau temukan buah Bonga?”
Babi hutan menjawab, “belum, Monyet. Tetapi, aku sudah menemukan kebahagiaan itu. Kini aku sangsi, benarkah ada pohon Bonga itu? Seluruh pelosok dunia telah kujelajahi. Tidak seorang pun tahu tentang buah ajaib itu.”
Sambil menyungging senyum, menjawablah monyet, “Benar dugaanmu, Babi hutan. Buah Bonga hanya karanganku belaka. Tentu saja kau tidak bisa menemukannya. Tetapi ngomong-ngomong, bagaimana cara kau memperoleh kebahagiaan itu?”
Babi hutan menjawab, “Aku menikmati perjalanan itu. Di mana mana aku menjalin persahabatan. Setiap hari ada hal hal baru yang kulihat. Nah, ternyata dengan banyak bersahabat dan melihat luasnya dunia, hati kita menjadi bahagia.” Monyet mengangguk angguk mengiyakan. SEKIAN.
5. Si Kancil dan Sekawanan Gajah
Dongeng Si Kancil: Suatu hari di Hutan Pakis, Si Kancil tengah berjalan-jalan di tepian danau. Sambil bersiul dan berdendang keasyikan sambil makan buah mentimun kesukaannya. “Blusukkkk krik krik krik….byuuurrr!!!!” Sang Kancil tiba-tiba terperosok ke dalam sebuah sumur tua tatkala sedang berada di tepi hutan saat dalam perjalanan menuju Pantai Samas. Kabut masih tebal saat itu sehingga sumur tersebut tidak terlihat oleh Sang Kancil. Rupanya itu adalah sumur peninggalan Tarzan yang telah lama meninggalkan tempat itu untuk menjadi Tarzan Kota.
“Aduh biyuuungg, kakiku sakit buangeeet!” teriak Sang Kancil yang tubuhnya hanya kelihatan kepalanya karena terendam air — sambil mulutnya nyengir-nyengir menahan sakit. Meskipun dirinya terjatuh di air, karena air sumur tak seberapa dalam maka kakinya terasa nyeri yang hebat akibat benturan. Lalu dengan terpincang-pincang Sang Kancil berenang menepi dan duduk di batu besar yang menyembul di tepi sumur.
Sang Kancil termenung memikirkan nasibnya. Sumur ini ada di tepi hutan. Jarang sekali ada binatang yang berani bepergian sampai ke tepi hutan. Paling-paling sekawanan Gajah yang sedang menjajaki rute baru, kawanan Babi Hutan yang hendak mencari jagung atau Serigala yang sedang mencari-cari makanan tambahan karena sudah bosan dengan makanan yang ada di dalam hutan. Itu artinya dirinya harus lama menunggu sampai ada binatang yang menemukan dirinya di dalam sumur.
dongeng binatang dongeng si kancil dan gajahSetelah tiga hari tiga malam terjebak, pada hari keempat barulah muncul sekawanan Babi Hutan yang melongok dari bibir sumur. Mereka kehausan dan sedang mencari-cari sumber air minum yang memang jarang ada di tepi hutan itu. Sang Kancil berteriak kegirangan melihat Babi Hutan.
“Woooiiii beib, bantu aku keluar dari sini duuuuuuung!!!” teriaknya sekuat tenaga.
Tapi alih-alih menolong Sang Kancil, para Babi Hutan malahan lari terbirit-birit mendengar suara menggelegar dari dasar sumur. Dikiranya ada monster penunggu sumur yang akan memakan mereka.
Sang Kancil kesal bukan main. Dianggapnya para Babi Hutan itu sungguh terlalu takut pada bayangan monster dalam pikiran mereka sendiri. Mereka terlalu percaya pada cerita-cerita monster sehingga apa saja yang aneh dan menakutkan langsung dianggap monster.
Pada hari kelima muncul lagi seekor binatang lain. Kali ini datang seekor keledai yang baru saja meloloskan diri dari majikannya. Dengan hati riang senang-senang dia bersiul-siul menyusuri tepi hutan. Sampailah dia di bibir sumur tempat Sang Kancil terperosok. Tentu saja dia haus dan penasaran, apakah bisa minum dari sumur tersebut. Belajar dari pengalaman ketakutan para Babi Hutan, kali ini Sang Kancil tidak berteriak. Dia hanya menyapa pelan pada Keledai yang tengah melongokkan kepala.
“Wahai teman, Tolonglah aku. Aku terperosok di dalam sumur tanpa bisa keluar lagi” kata Sang Kancil.
Keledai melihat sejenak ke dalam sumur dan terheran-heran mendengar suara dari dalam sumur. Kemudian dia mengamat-amati dasar sumur, barulah dilihatnya Sang Kancil yang sedang duduk lemas di atas batu. Tiba-tiba Keledai tertawa terbahak-bahak. Si Keledai tertawa terpingkal-pingkal sampai-sampai berguling-guling di atas tanah.
“Hohohoho…bukankah kamu itu Kancil yang terkenal cerdik itu??. Gunakan otakmu yang katanya hebat itu! Atau kecerdasanmu itu berita bohong belaka sehingga kamu masih butuh bantuanku? Uruslah sendiri nasibmu!. Aku tak punya banyak waktu untuk menolongmu!. Lagipula waktu aku jadi peliharaan majikanku, tak ada seorang pun yang peduli. Kini giliranmu dicuekin….Hahahahahaha. Sorry yah!” kata Keledai sambil berlalu dengan masih ketawa ngikik.
Sang Kancil kembali ditinggal seorang diri di dalam sumur. Pada hari keenam muncullah sekelompok orang membawa pedati yang beristirahat di tempat itu. Mereka mendirikan tenda-tenda dan mulai memasak. Nampaknya mereka adalah kafilah pedagang yang sedang mampir beristirahat.
Saat terdengar suara-suara orang berteriak-teriak gaduh karena berhasil menangkap seekor keledai yang lepas, tahulah Sang Kancil bahwa keledai yang kemarin menertawakan dirinya itu masih berkeliaran di sekitar sumur dan tertangkap kembali oleh tuannya. Sungguh malang nasibnya.
Sang Kancil menyadari bahwa dirinya juga harus menghindar dari tangkapan mereka. Maka cepat-cepatlah dia masuk ke sebuah rongga yang ada di dinding sumur dan bersembunyi di situ karena takut ditangkap dan dijadikan sate kancil yang tersohor kegurihannya.
Untunglah para pedagang itu jarang melongok ke dalam sumur sehingga tidak memergoki Sang Kancil. Mereka hanya sesekali saja pergi ke sumur itu untuk mengambil air dengan ember yang diikat dengan tali. Air itu dipergunakan untuk memasak, mencuci dan mandi. Keesokan harinya mereka telah meninggalkan tempat itu. Dari suara-suara mereka, tahulah Sang Kancil bahwa para pedagang itu membuang ember bertali di dekat sumur karena dianggapnya sudah usang.
Pada hari ketujuh muncullah sekelompok gajah yang melintas di dekat sumur. Mereka meneliti dasar sumur karena kehausan. Tak sengaja terlihat oleh mereka Sang Kancil tengah tertidur di sana. Para Gajah itu saling berbisik membicarakan binatang yang tengah terbaring di dasar sumur. Kemudian mereka berteriak memanggil Sang Kancil.
Sang Kancil kaget oleh teriakan para Gajah dan terbangun. Dilihatnya ada beberapa kepala gajah menyembul di bibir sumur. Diam-diam dia sedang berpikir keras cara minta bantuan mereka untuk keluar dari sumur. Akhirnya dia memutuskan untuk membantu para Gajah, baru kemudian minta tolong pada mereka. Memberi dulu baru kemudian menerima pertolongan.
“Wahai Gajah kita adalah sobat yang harus tolong menolong” kata Kancil. Para Gajah mengangguk-angguk sambil bergumam tanda setuju. Mereka tak sadar jika Sang Kancil berada di dalam sumur karena terjatuh.
“Aku tahu kalian kehausan. Aku akan membantu kalian mengambil air dari dalam sumur. Coba lihat adakah ember dan tali yang diletakkan di dekat sumur. Kemarin kudengar para kafilah membuang ember beserta talinya karena sudah punya ember baru. Walaupun butut ember itu masih berguna bagi kalian. Turunkan ember ke dalam sumur, pegang ujung talinya. Aku akan membantumu menciduk air sumur” teriak Sang Kancil.
Para Gajah yang tengah kehausan dengan antusias mencari-cari barang yang disebutkan Sang Kancil. Sampai akhirnya mereka menemukan tak jauh dari bibir sumur tergeletak ember butut yang diikat dengan tali yang tak kalah bututnya dan penuh sambungan. Kemudian mereka menurunkan ember ke dalam sumur. Sang Kancil membantu menciduk air dan menyuruh gajah menarik ember yang sudah terisi air ke atas.
Begitulah berulang kali air diambil dari dasar sumur. Dengan girangnya para Gajah bergantian minum dan mandi dari air dalam ember yang diambil dari dalam sumur. Maklum sudah dari kemarin mereka kesulitan mencari sumber air. Setelah semua Gajah selesai mandi, barulah Sang Kancil berteriak untuk minta dikeluarkan dari dasar sumur.
Merasa Sang Kancil telah membantu mereka mendapatkan air, para Gajah dengan senang hati membantu Sang Kancil keluar dari dasar sumur. Sang Kancil berpegangan erat pada ember saat dia ditarik keluar dari dasar sumur.
Para Gajah serta merta mengerumuninya dan bertanya-tanya mengapa Sang Kancil bisa berada di dasar sumur. Tadinya mereka mengira Sang Kancil sengaja berdiam diri di sana. Kemudian Gajah-gajah itu membawakan berbagai macam pucuk daun muda dan buah-buahan untuk Sang Kancil yang terlihat begitu lemah sehingga sulit berjalan.
Setelah satu malam menginap di tempat itu dengan dijaga para Gajah, Sang Kancil merasa dirinya cukup kuat untuk melanjutkan perjalanan menuju pantai selatan samas untuk bertemu dengan keluarga Paus biru. Keluarga mamalia laut raksasa itu mengundang Sang Kancil untuk mengajari mereka tentang perubahan angin, cuaca dan iklim di Samudera Hindia agar mereka tidak terdampar di pantai yang dangkal karena kesalahan memperkirakan sifat-sifat lautan.
Kancil berterimakasih pada para Gajah yang telah membantunya. Para Gajah juga merasa sangat berhutang budi pada Sang Kancil yang telah memberi tahu teknik sederhana mengambil air dari dalam sumur. Sengaja mereka membawa ember butut bertali ke rumah mereka di tengah hutan. Di sana terdapat sumur yang tidak pernah dimanfaatkan karena para Gajah tidak tahu cara mengambil air dari sumur yang dalam. (SELESAI).
Baca Cerita Menarik yang Lainnya:
6. Burung Bangau dan Seekor Anjing
7. Kijang dan Seekor Kambing
8. Kucing Kota Dan Kucing Desa
9. Dongeng Rusa dan Kura-Kura
10. Anjing Gunung, Keledai dan Macan Tutul
11. Kadal dan Ular Air
12. Kelinci dan Anjing Petani
13. Kuda yang memakai kulit harimau
14. Semut dan Belalang
15. Rubah dan Kambing (Karya Tony Ireland)
16. Kelinci dan Kura Kura (Karya Aesop)
17. Beruang dan Lebah
18. Gagak dan Elang
19. Keledai dan Katak
20. Ayam dan Kuda Nil
21. Gajah yang baik hati dan suka menolong
22. Lebah dan Semut
23. Si Monyet Yang Nakal
24. Kecerdikan Menumbuhkan Kebaikan
25. Pertolongan Membawa Bahagia
26. Katak dan Siput
27. Semut dan Lebah
28. Harimau Yang Terjerumus
29. Patih Buaya Yang Korupsi
30. Keharuan Seekor Anjing
31. Cerita Fabel : Si Ulat Bulu yang Baik Hati
Ada sebuah taman labirin kecil nan elok yang menghiasi sebuah istana kerajaan yang megah. Di taman labirin itu tumbuh dan hiduplah berbagai macam bunga yang amat sangat indah dan sedap dipandang. Aromanya pun memikat siapapun yang menghirupnya. Daun-daunnya yang hijau dan segar pun seolah-olah menyejukkan mata. Diantara berbagai jenis bunga yang tumbuh disana, hiduplah seekor ulat yang berbulu hitam pekat dan gemuk. Diantara ulat-ulat yang tinggal disana, si ulat bulu inilah yang memiliki bulu paling lebat paling muda dari pada ulat lainnya. Meskipun begitu, ia tidak menyombongkan apa yang dimilikinya kepada yang lain.
Tatkala itu hinggaplah seekor kupu-kupu betina di sebuah dahan bunga mawar dan bergegas menghisap madu bunga mawar tersebut hingga terasa kenyang dan puas dengan apa yang didapatinya hari itu. Sembari hinggap di dahan bunga mawar, ia pun menyempatkan diri untuk beristirahat sejenak sembari memandangi indahnya bunga- bunga di taman labirin tersebut. Tanpa disengaja, si kupu-kupu betina tadi mengalihkan pandangan matanya di sebuah tangkai daun yang masih ranum. Dilihatnya lah si ulat bulu yang hendak mencari makan.
“ihhh…binatang apa itu? Mengapa kumal sekali dia?” gemih si kupu-kupu betina menatapnya dengan keheranan.
Akan tetapi si ulat bulu tak mendengar apa yang telah diucapkan si kupu-kupu tadi dan melahapi pucuk dedaunan ranum yang renyah dan nikmat untuk disantap.
Karena merasa jijik melihat si ulat bulu, ia pun bertanya dengan lantang “Hai, makhluk jelek, sedang apa kau disana? Apa kamu tidak jijik dengan diri kamu sendiri, kotor dan kumal?”.
Karena suaranya yang lantang, akhirnya si ulat bulu pun menoleh menuju asal suara tadi. Dan ternyata suara tadi berasal dari seekor kupu-kupu betina yang cantik rupawan.
“Hai, kupu-kupu betina, bersyukurlah Tuhan menganugerahimu sayap-sayap yang indah yang belum tentu semua hewan memilikinya” sahut si ulat bulu dengan penuh wibawa sembari tersenyum simpul.
Mendengar ucapan si ulat bulu tadi, si kupu-kupu betina pun tersadar dan ingat bahwa Tuhan Maha Menciptakan segalanya. Tidak sepantasnya ia mengolok-olok si ulat bulu sedemikian sinisnya karena merasa jijik melihatnya.
Sejenak ia termenung oleh ucapan si ulat bulu tadi. “Hahaha…apa yang sedang kau fikirkan?apakah perkataanku tadi menyakitimu?” Tanya si ulat bulu yang terkejut melihat si kupu-kupu betina yang tengah diam termenung.
“aku mohon maaf ulat bulu, tidak sepantasnya perkataan tadi aku ucapkan padamu karena itu sungguh menyakitkanmu…tidak sepantasnya aku merasa jijik dengan apa yang kamu miliki, mestinya aku bisa bersyukur dan bangga dengan segala CiptaanNya. Kau telah menyadarkanku ulat bulu, sekali lagi maafkanlah aku ulat bulu…” pinta si kupu-kupu sembari meneteskan air mata karena menyesal.
“Sudahlah kupu-kupu…aku tidak apa-apa, aku salut dan bangga padamu. “ jawab si ulat bulu sembari melempar senyumnya kepada si kupu-kupu.
“tapi kenapa kau tidak marah kepadaku, ulat bulu?” Tanya si kupu-kupu dengan polosnya.
Mendengar pertanyaan si kupu-kupu tadi, si ulat bulu pun tertawa terbahak-bahak.” Hahaha,,,untuk apa aku marah kepadamu, kupu-kupu? Kondisiku memang seperti ini, Tuhan menganugerahiku bulu-bulu yang lebat, dan aku sangat bersyukur memilikinya. Begitu pula dengan kau, kupu-kupu…” “Terima kasih ulat bulu, karena kau tak marah akan perkataanku tadi” ujar si kupu-kupu. “Tentu saja tidak, sahabatku…kita sesama makhlukNya sudah sepantasnya bersyukur dan bersyukur, Oke?!” jawab si ulat bulu sembari tersenyum ramah kepada si kupu-kupu betina.
“Terima kasih ulat bulu…maaf hari sudah mulai petang, aku harus segera pulang bersama saudara-saudaraku di taman seberang istana” kata si kupu- kupu yang hendak berpamitan.
“Baiklah kupu-kupu, berhati-hatilah dan salam syukur untuk semua saudaramu disana, ingatlah pesanku tadi” sahut si ulat bulu.
“Iya, tentu saja ulat bulu,,,terima kasih telah menyadarkanku” jawab si kupu-kupu betina sambil mulai mengepak-kepakkan sayap indahnya dan bergegas terbang.
Selepas kepergian si kupu-kupu betina tadi, si ulat bulu pun segera menyudahi makanannya dan berbaring bersandar santai di sebuah tangkai yang besar dan kuat. Sembari demikian, si ulat bulu tak lupa senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang telah didapatkannya.
“Meremehkan orang lain adalah pekerjaan tak berguna. Menghabiskan tenaga, tapi tak menghasilkan keuntungan apapun. Menghabiskan waktu dan perhatian, tapi tak mendatangkan kebahagiaan. Hanya kenikamtan satu detik, tapi berakhir dengan sesuatu yang mengecewakan.”
Demikianlah Dongeng Fabel Singkat Si Ulat Bulu. Semoga bermanfaat.
32. Cerita Fabel : Lumba-Lumba Penolong
Di laut yang luas dan dalam, hidup keluarga lumba-lumba yang bahagia. Mereka terdiri dari ayah, ibu dan dua anak yang bernama Sasa dan Sisi. Walau mereka kembar, tapi mempunyai sifat yang berbeda. Sasa sebagai kakaknya mempunyai sifat berani dan keras, sedangkan Sisi adiknya mempunyai sifat suka menolong dan ramah. Sepi sekali di rumah jika mereka tidak ada, banyak hal yang mereka lakukan jika mereka sedang dirumah, apalagi saat makan, ada saja ulah mereka itu, melihat anak-anaknya yang seperti itu, ayah dan ibu mereka tidak pernah marah.
Pada pagi hari yang cerah, ayah dan ibu lumba-lumba keluar rumah untuk mencari makanan.
Baca juga : dongeng fabel binatang ulat bulu yang baik hati
“Sasa, Sisi, ibu dan ayah mau mencari makanan buat kita makan nanti, kalian jangan main jauh-jauh ya,” kata ibu Sasa Sisi.
“Iya Bu, kami tidak main jauh-jauh” jawan Sasi dan Sisi.
Saat kedua orang tuanya berangkat mencari makan, Sasi dan Sisi bermain bersama teman-temannya di permukaan laut, mereka kejar-kejaran, kadang juga melompat ke atas dan saling bercanda. Ketika sedang asyik bermain, tiba-tiba ada ombak besar datang, ditambah angin yang bertiup kencang, Sisi jadi panik melihat keadaan seperti.
“Kak, aku takut. Aku bukan seperti kakak yang pemberani,” teriak Sisi.
“Kamu tidak usah takut, Sisi. tetap bersamaku, jangan jauh-jauh,” bujuk Sasa.
“Iya, kak. Tapi jangan cepat-cepat berenangnya, jangan tinggalin Sisi ya kak,” pinta Sisi.
“Iya, kamu tenang saja, mana mungkin aku meninggalkan adikku di lautan sepas seperti ini,” jawab Sasa.
Perasaan orang tua kepada anaknya sungguh sangat peka. Ketika ditengah perjalanan, kedua orang tua Sasa dan Sisi gelisah memikirkan keadaan anak-anaknya.
“Firasatku tidak enak, pak. Meninggalkan Sasa dan Sisi” tanya ibu lumba-lumba.
“Ibu tidak usah khawatir, mereka akan baik-baik saja. Bapak percaya bu, mereka bisa menjaga diri” jawab bapak lumba-lumba.
Setelah suasana lautan reda, ombak kembali normal dan angin sudah seperti biasanya, Sasa dan Sisi pulang ke rumah, dan mereka sangat terkejut melihat sebuah kapal kecil yang karam karena ombak besar tadi. Ada dua orang yang tenggelam. Tampaknya mereka tidak bisa berenang dan mencoba untuk naik ke permukaan laut, namun gagal. Melihat kejadian itu, Sasa dan Sisi berniat untuk menolong mereka.
“Ayo kak, kita tolong mereka” ajak Sisi.
“Iya Si, kasihan mereka tidak bisa berenang” jawan Sasa.
Sasa dan Sisi langsung berenang menuju kedua orang itu, lalu mereka menaikkan tubuh orang itu dengan pundak mereka. Sasa membawa satu orang dan Sisi juga membawa satu orang.
“Aku melihat daratan, kak” kata Sisi.
“Kita antarkan mereka ke daratan itu, Si. Sepertinya itu sebuah dermaga.” ucap Sasa.
Sesampainya di daratan, Sasi dan Sisi meletakkan kedua orang itu di pasir. Disana banyak sekali orang-orang yang tahu kejadian itu, mereka berlari mendekat.
“Ada lumba-lumba menolong Anton, tadi aku lihat kapalnya tenggelam,” kata salah satu orang itu.
“Terima kasih lumba-lumba, sudah menolong teman kami,” ucap mereka sambil mengelus-elus Sasa dan Sisi.
Mereka berdua menganggukkan kepala, lalu mereka kembali ke laut sambil melompat ke atas, orang-orang bertepuk tangan dan bersorak memuji lumba-lumba itu.
Setelah beberapa saat hari sudah mulai sore, Sasa dan Sisi sadar pulang terlambat, kedua orang tua nya pasti mencari mereka. Lalu mereka bergegas pulang kerumah, sesampainya di rumah Sasa dan Sisi bertemu bapak dan ibu yang juga baru pulang dari mencari makanan. Di saat makan malam bersama, mereka menceritakan kejadian tadi siang. Bapak dan ibu tersenyum dan bangga dengan Sasa dan Sisi.
“jika kamu malas untuk menolong orang lain, maka bayangkanlah jika tak ada seorangpun yang mau menolong kamu.”
33. Cerita Fabel : Tipu Daya Monyet
Di sebuah hutan yang lebat, ada seekor monyet kecil bernama Mimi yang suka meloncat kesana kesini. Ia gemar bermain dan sering lupa waktu jika dia sibuk bermain. Sambil makan pisang, dia bergelantungan di pohon dengan riang gembira. Mimi mempunyai sahabat, namanya Popo. kemana Mimi pergi, Popo pasti selalu menemani. Namun Popo mempunyai tubuh yang besar sehingga kurang lincah bila melompat-lompat, sering kali Mimi mengerjainya.
Pada saat asyik bermain di pohon dekat sungai, terlihat seekor buaya datang menghampiri mereka berdua, Mimi dan Popo menyapa buaya itu. “Hai Buaya, apa kabarmu hari ini?” Mimi dan Popo menyapa. “Kabarku baik-baik saja, bagaimana kabar kalian berdua?” jawab buaya lanjut bertanya. “Kabar kami berdua juga baik-baik saja” jawab Mimi. “Ada keperluan apa kamu datang kemari, buaya?” lanjut tanya Mimi. “Ah, tidak apa-apa kok. Aku hanya ingin bermain bersama kalian” jawab buaya gagap. “baiklah kalau begitu, ayo kita bermain sekarang” ajak Mimi.
“Kita bermain diseberang saja, disana terdapat tempat yang indah dan asyik untuk bermain” bujuk buaya. “Wah, pasti menyenangkan ini, tapi kami tidak bisa berenang, buaya” tanya Mimi. “Tenang saja, aku akan mengantarkan kalian ke seberang, naik ke punggungku sekarang” jawab buaya. Mimi yang pertama kali di seberangkan oleh buaya itu, dari kejauhan, nampaknya Popo mulai curiga, ia melihat tingkah laku buaya yang aneh, padahal mereka baru kenal, kok tiba-tiba buaya itu bersikap baik kepada mereka berdua. “Harusnya tadi aku mengingatkan Mimi untuk waspada, semoga perkiraanku salah” gumam Popo sendirian.
Sekembalinya buaya dan Mimi dari seberang, Popo lega karena tidak terjadi apa-apa seperti yang dipikirkannya. “Hai Popo, disana ada tempat bermain yang indah sekali, kamu tidak ingin melihatnya?” sapa Mimi. “Tidak Mimi” jawab Popo. “Sekarang aku pamit pulang dulu ya” kata buaya. “Ya buaya, terima kasih ya” jawab Mimi. Buaya pun meninggalkan mereka berdua di pinggir sungai, sementara Popo terus memandangi buaya dengan penuh rasa curiga. “Kita harus hati-hati, Mimi. Aku punya firasat yang tidak baik dengan buaya itu” Popo mengingatkan. “Memang kenapa, Popo” tanya Mimi. “Aku melihat perlaku aneh, sorot matanya menandakan ia mempunyai maksud yang tidak baik, Mimi” jawab Popo. “Itu cuma perasaanmu saja, kalau dia punya niat tidak baik, pasti di seberang tadi aku sudah di makannya” bantah Mimi. “Itulah kenapa tadi aku memperhatikan kamu terus, dia tahu aku mengawasinya,” jawan Popo. “Jangan berpikiran buruk dulu, Popo,” ucap Mimi.
Keesokan harinya, Mimi sedang bergelantungan di pohon pinggir sungai sendirian dan Popo belum datang untuk bermain dengan Mimi. “Hari yang indah ya?, kamu sendirian, Mimi?” sapa buaya. “Eh kamu buaya, iya nih aku sendirian, Popo belum datang” jawan Mimi. “Kita kesebarang lagi yuk, Mimi” ajak buaya. “Wah, menarik juga nih. Ayo kita berangkat sekarang” jawab Mimi. Dengan gembira Mimi melompat ke punggung buaya, mereka pun berangkat ke seberang. Ditengah perjalanan, buaya berkata kepada Mimi. “Sebenarnya aku sedang mencari obat untuk raja buaya yang sedang sakit.” “Apa obat yang bisa menyembuhkan penyakit rajamu, buaya?” tanya Mimi. “Obatnya adalah hati dan jantung monyet” jawab buaya.
Mendengar jawaban buaya, Mimi terkejut bukan main. Ia sadar maksud buaya itu. “ternyata si Popo benar, aku harus cari cara untuk menyelamtakan diri sebelum aku di bunuh buaya untuk di ambil jantung dan hatiku” kata Mimi dalam hati. Sambil berpikir, Mimi menemukan akal untuk menyelamatkan diri. “Baiklah buaya, setelah di seberang, engkau boleh mengambil jantung dan hatiku, tapi ijinkanlah aku menikmati pemandangan indah itu untuk terakhir kalinya” akal Mimi. “kamu serius, Mimi?” jawab buaya. “Demi menyelamatkan raja mu, aku siap mengorbankan nyawaku” ucap Mimi. “Baiklah, nikmatilah pemandangan itu sepuas hatimu” jawan buaya.
Baca juga dongeng tentang binatang hiu yang suka berbohong
Setelah sampai di seberang, dengan sedikit gemetar, Mimi akhirnya melompat ke daratan. Nampaknya buaya baru sadar kalau dia di tipu oleh Mimi. Di seberang sudah ada Popo yang menunggu bersama seekor burung besar untuk mengantarkan Mimi kembali di tempat semula. Popo sengaja tidak datang karena sudah tahu niat buaya. Mimi mengucapkan terima kasih kepada Popo, karena sudah mengingatkan dia.
“Perangkap biasa mengenai siapa-saja, tapi kehati-hatian selalu membuat segala jebakan terungkap. Mata harus tetap waspada, tindakan harus tetap hati-hati, tapi kaki harus tetap berlari kencang.”
34. Cerita Fabel : Si Kambing Yang Serakah
Alkisah di sebuah hutan nan lebat dimana masih banyak terdapat anak hulu sungai yang jernih airnya, hiduplah seekor kambing bersama kawanan hewan lainnya . Banyak sekali waktu yang mereka habiskan untuk bergurau dan bercanda bersama-sama. Persahabatan si kambing dengan hewan-hewan lainnya memang tak pernah lekang oleh waktu.
Hingga suatu ketika si kambing hendak pergi untuk mencari rumput segar nan hijau, datanglah seekor induk ayam yang juga hendak mencari makan. Dengan rendah hati si ayam pun menyapa si kambing yang berjalan hendak mencari makan, “Hai, Kambing. Apa yang hendak kau lakukan disini?” Tak lama kemudian si kambing pun menjawab “aku hendak mencari rumput segar nan hijau. Perutku terasa sangat lapar”. “Oh, ya? Kalau begitu mari kita sama-sama mencari makan. Aku pun sudah tidak tahan dengan perutku yang sudah tidak bisa ku ajak kompromi ini”, jawab si ayam dengan semangat. “Benarkah?” Tanya si kambing sembari melangkahkan kakinya mencari makan. “Hmm..iya kambing” jawab si ayam dengan senyum polosnya. Dengan penuh harap si kambing pun bergegas menyetujui ajakan si ayam tadi, “siiipp…mari kita cari makan bersama”.
Sembari berjalan mereka pun asyik mengobrol dan bersenda gurau. “Yam, memangnya kau mau mencari makan kemana? Bukankah di pematang sawah dekat hutan ini hamper menjelang masa panen dan tentu saja bulir padinya pun masak-masak”. “hehehehe,,,gak apa-apa , mbing” jawab si ayam dengan lugas. Tak berhenti disitu saja, si kambing semakin penasaran mengapa si ayam hendak mencari makan di tempat yang bukan ia biasanya makan yaitu di pematang sawah. Dimana disitu jelas banyak sekali makanan kesukaan ayam. “Ayolah Yam…mengapa kau ingin mencari makan di tempat yang lain? Apakah kau tidak khawatir jika bulir padi kesukaanmu sudah habis dilahap kawanan wereng?” “Kambing….Kambing…kau itu selalu saja ingin tahu” celetuk si ayam sambil menggeleng-gelengkan kepalanya sembari mengumbar senyum ramahnya kepada si kambing. “Aku hanya ingin mencari makan dimana di tempat aku makan itu tidak ada yang mengganggu tetapi hewan lainnya pun bisa ikut makan” jelas si ayam kepada kambing. “wow…benar juga yam” sahut si kambing sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Tiba-tiba si kambing merintih kesakitan hingga tak kuasa untuk berjalan.
“Kenapa, mbing?” Tanya si ayam penuh panik. “Perutku tak kuasa lagi, yam…”Jawab si kambing dengan wajah pucat. Sabarlah, mbing…sebentar lagi kau pasti akan segera mendapat rumput segar sesuai keinginanmu. “Benar kamu yam..Baiklah aku turuti nasihatmu” jawab si kambing dengan penuh semangat. “Syukurlah…akhirnya angan-anganku sudah ada di depan mata” celoteh si ayam dengan penuh kegirangan. “ada apa, yam? Tanya si kambing. “Lihatlah, mbing! Disana ada sepetak pematang sawah dan sepertinya sudah masuk masa panen. Bulir padinya pun terlihat menguning” Jelas si ayam. “Benar sekali , yam! Di sebelah sawah itu pun rumput segar impianku tumbuh subur ” kata si kambing dengan senangnya. Bergegaslah si kambing dan si ayam menuju pematang sawah tersebut. Dan sesampainya disana si ayam langsung memakan bulir padi itu dengan lahapnya. Tak kalah juga dengan si ayam, si kambing pun bergegas berlari menuju lading rumput di sebelah pematang sawah tadi.
“Nyam…Nyam…Nyammm…Hmmm….lezat sekali rumput segar ini yam… “ kata si kambing kepada si ayam. “Sama , mbing…bulir-bulir padiku ini terasa nikmatttt sekali, mbing” jawab si ayam sembari menikmati makanannya. Tak lama kemudian, si ayam sudah merasa kenyang dan duduk santai di bawah pohon jati nan rindang sembari melihat si kambing yang tengah asyik meniknati rumput segar kesukaanya itu. “Kambing…kalau sudah kenyang jangan lupa untuk berhenti makan ya?!” Gurau si ayam dengan canda ringannya. “Tentu saja, yam…sebentar, aku lanjut makan dulu ya yam,,,aku tak mau melewatkan santapanku iki begitu saja. Beberapa saat kemudian terasa kenyanglah si kambing melahapi rumput-rumput segar nan hijau itu dan bergegas berjalan menuju si ayam berteduh santai.
“Bagaimana jika lain kali kita kesini lagi, mbing?” di tempat ini aku bisa makan sepuasku begitu pun dengan kau “ kata si ayam dengan penuh kegirangan. “Tentu saja , yam…suatu saat jika kau hendak kesini, jangan lupa tuk mengajak aku” sahut si kambing. Tak terasa hari pun sudah semakin siang. Banyak pula kawanan kerbau yang berdatangan menyambangi sungai di dekat pematang sawah tadi. Karena si kambing tidak begitu suka dengan bau si kerbau yang amat sangat menyengat hidung, maka si kambing pun akhirnya mengajak si ayam untuk segera kembali ke tengah hutan. Dan si ayam pun menerima ajakan si kambing karena si ayam pun setuju dengan pernyataan si kambing mengenai bau si kerbau yang begitu khas. Setelah beberapa lama kemudian ketika hendak memasuki tengah hutan, tiba- tiba saja si kambing melihat segerombolan kuda jantan yang tengah asyik melahapi rumput segar nan lebat. Sembari menikmati makanannya, para kawanan kuda jantan tadi juga bersenda gurau dengan riuhnya.
Entah kenapa dengan tanpa berfikir panjang, si kambing tiba- tiba merasa lapar tak tertahankan ketika melihat ladang rumput yang telah disantap para kawanan kuda jantan dengan lahap. Si kambing pun berlari cepat kesana hendak menyantap rerumputan segar itu. “Menyingkirlah kau kuda jantan”! Akan ku santap habis santapanmu itu dalam sekejap saja” teriak si kambing dengan lantang. Kawanan kuda jantan pun sontak kaget dan berlarian kesana kemari karena si kambing berlari sangat kencang dan nyaris akan menyeruduk salah satu kuda jantan tadi. “Awassss, menyingkirlah kau!” Sesampainya di ladang rumput itu, si kambing pun segera melahapnya dengan penuh kerakusan seolah-olah seharian tadi ia tidak mendapatkan makanan sedikit pun. “Ya, ampun…Kambing! Apa-apaan kau ini!” teriak lantang si ayam.
Kawanan kuda jantan tadi pun marah karena daerah kuasaannya telah diganggu oleh kambing. “Hai, kambing! Kenapa kau mengambil hak kami sedangkan kami tidak pernah merrenggut hakmu sekalipun” tegas seekor kuda jantan dengan lantang. Si kambing masih saja asyik makan. “Hai kau! Apa kau tidak mendengarkanku?!” geram si kuda jantan. Sontak salah seekor kuda jantan tadi langsung menyerang si kambing karena ia benar-benar tidak menyukai sifat si kambing yang suka menyerobot apalagi soal makanan. “Terima seranganku ini!!!” hantam si kuda yang mengenai salah satu kaki kambing hingga akhirnya si kambing pun terpelanting. “egois kau, kuda jantan!” Tidakkah sedikitpun kau membagi makananmu ini kepadaku?? Tak tahukah kau bila aku sedang lapar??” Tanya si kambing dengan sedikit geram kepada mereka.
Mendengar si kambing bicara demikian, si ayam pun segera mengingatkan si kambing “tidak sepantasnya kau bersikap seperti itu, mbing! Bukankah kau tadi telah makan hingga kenyang bersamaku di pematang sawah tepi hutan sana??”. Oh, begitu ya..ternyata memang kau itu kambing rakus! Semua ingin kau lahap tanpa menghiraukan lainnya” tegas si kuda jantan. “Ahh,tidak bisa. Semua rumput yang ada di hutan ini adalah milikku. Tak satupun boleh menyentuhnya apalagi memakannya!” jawab si kambing. Tak henti-hentinya si ayam berkali- kali mengingatkan si kambing tapi tidak dihiraukannya. Akhirnya kawanan kuda itu pun sepakat memberi pelajaran si kambing agar jera dan tak serakah seperti itu. “Ayo kawan-kawan! Kita habisi saja kambing rakus ini!” teriak salah seekor kuda jantan dengan sangat geram. Seketika itu pun si kambing mendapat serangan sadis dari kawanan kuda jantan tadi. Si ayam pun tak berdaya melihat hal tersebut. Hingga babak belur si kambing dihajar oleh mereka.
Tapi si kambing pun tak segera sadar dan meminta maaf kepada mereka. Dengan segala kerendahan hati si ayam pun memberanikan diri untuk memintakan maaf si kambing kepada mereka. “Sudah cukup…cukupppp…tolong hentikan semua ini”. Tolong maafkanlah temanku ini kuda..ia pasti khilaf…tolong ampunilah si kambing” pinta si ayam kepada kawanan kuda. “Mengapa kau meminta maaf untuknya?”Tanya si kuda jantan. “Tolong….ampunilah temanku ini kuda,janganlah kau membuatnya lumpuh akibat seranganmu ini” pinta si ayam sembari meneteskan air mata karena tak tega lagi melihat si kambing dianiaya dengan sadis. “Ampunnn,kuda,,,maafkanlah aku,,maaf aku telah serakah” pinta si kambing dengan merintih kesakitan.
Hingga terketuklah hati kuda jantan. “Benarkah itu ,mbing? Apakah kelak kau akan mengulanginya lagi ketika kau kelaparan???” Tanya si kuda jantan. “Tidak…aku kapokkk kuda,,,sekali lagi ampuni aku kuda,,,aku minta maaf telah merenggut hak kalian dan tidak sepantasnya aku seperti ini. Aku hanya takut kelaparan karena tidak segera mendapat rumput segar yang bisa setiap saat kunikmati. Tolong… ampunilah aku” pinta si kambing dengan penuh harap. Hingga pada akhirnya kawanan kuda itu pun mengampuni si kambing dan membebaskannya. “Berjanjiah, janganlah bersikap seperti tadi, mbing.” Harap si kuda jantan. “iya, kuda…aku berjanji pada kalian dan semua, aku tak akan serakah merenggut makanan orang lain tanpa seijinnya. Percayalah padaku”pinta si kambing. Semenjak peristiwa itu pun si kambing tak lagi serakah dan makan sesuai dengan permintaan perutnya saja dan berhenti makan sebelum kekenyangan.
“Karena keserakahan otak tidak bekerja dalam mengambil keputusan, karena keserakahan hati tidak bekerja dalam melakukan sesuatu, karena keserakahan tak ada sesuatu yang berjalan sempurna.”
35. Cerita Fabel : Persahabatan Kancil dan Paus
Di sebuah hutan yang jauh, ada seekor Kancil yang hidup disana, si kancil mempunyai sahabat seeokor ikan Paus. Mereka saling mengenal dan menjadi sahabat ketika Kancil sedang berjalan di tepi laut, tiba-tiba ada seeokor ikan Paus yang terdampar, lalu Kancil menolongnya hingga ikan Paus itu selamat. Sejak kejadian itu, Paus sering mengajak Kancil putar-putar menikmati pemandangan laut yang indah.
Kancil gembira ria bisa naik ikan Paus dan mengelilingi laut yang luas. Keinginan Kancil akhirnya terpenuhi oleh sahabatnya itu. Pada suatu saat Kancil menunggu Paus di tepi laut, tapi, hingga sore tiba, Paus tidak datang. “Kenapa sahabatku Paus tidak datang ya?” tanya Kancil dalam hati. “Ah, mungkin Puas sedang ada urusan penting, aku pulang sajalah” kata Kancil sambil melangkahkan kaki meninggalkan laut. Ia berharap Paus baik-baik saja dan segera mendapat kabar darinya.
Sementara di dasar laut, di istana para Paus sedang mengalami musibah, sang raja Paus menderita penyakit aneh dan para punggawa istana sedang berkumpul untuk mencarikan tabib yang bisa menyembuhkan penyakit raja Paus. Seluruh rakyat Paus termasuk sahabat kancil juga diberi perintah untuk mencari tabib itu. “Mungkin sahabatku Kancil bisa membantuku mencarikan tabib untuk raja” gumam Paus dalam hati. Waktu itu juga Paus pergi menemui Kancil di tepi laut. “Dimana si Kancil ya?, baiklah akan ku tunggu dia disini” ucap Paus. Matahari pun sudah hampir terbenam dan Paus masih menunggu Kancil di tepi laut, Akhirnya Kancil pun datang.
Kancil senang sahabatnya baik-baik saja. “Hai, Paus sahabatku, kemarin kamu tidak datang ada apa?” tanya Kancil. “Iya, Kancil. Kemarin ada masalah besar di istana Paus, maafkan aku ya karena aku tidak sempat datang menemuimu” jawab Paus. “Ada masalah apa di istana Paus” tanya Kancil penasaran. “Sudah lebih 5 hari raja Paus sakit aneh, semua rakyat Paus di perintahkan membantu untuk mencarikan tabib untuk mengobati penyakit raja. aku sendiri juga bingung harus mencari tabib kemana. Apakah kamu punya kenalan tabib, sahabatku Kancil?” tanya Paus. “Di Bangsa Kancil memang ada tabib yang hebat, tapi aku tak tahu rumahnya, dan sudah lama beliau juga tidak pernah terdengar kabar” jawab Kancil.
Harapan mulai ada di benak Paus, lalu dia memohon kepada Kancil. “Tolong aku, Kancil. Carikan rumah tabib itu, aku dengan sangat kamu bisa menolongku” pinta Paus dengan memohon. “Baiklah, sahabatku. Aku akan mencari tahu keberadaan tabib itu, kasih waktu aku 2 hari ya, Paus” kata Kancil. “Baiklah, Kancil. 2 hari besok aku tunggu kamu disini sore hari” jawab Paus lalu pergi. Kancil segera pulang ke rumahnya dan mengumpulkan informasi tentang keberadaan tabib itu. Tapi, tak ada informasi yang bisa di dapatkan Kancil tentang tabib itu. Akhirnya Kancil melanjutkan pencariannya esok hari.
Di pagi hari Kancil masih tertidur, tiba-tiba seekor Rusa datang dan membangunkan Kancil. “Hai, Kancil. Ayo bangun” teriak Rusa. “Apa apa, Rusa. Kau bangunkan aku pagi-pagi sekali, aku masih ngantuk” kata Kancil. “Aku membawa kabar gembira untukmu, bukanya kamu sedang mencari tabib sakti yang lama menghilang?” tanya Rusa. “Iya, Rusa. Kamu bisa menunjukkan padaku rumahnya sekarang?” pinta Kancil. “Aku bisa mengantarmu ke rumah tabib itu. Namun semua itu ada syaratnya, Kancil” jawab Rusa. “Apa syaratnya, Rusa” tanya Kancil lagi. “Kamu harus memberiku semua persediaan ketimun mu dirumah” jawab Rusa. “Baiklah, Rusa. akan ku berikan semua persediaan makananku untukmu, asal kau antarkan aku ke rumah tabib sakti itu. Demi sahabatku” jawan Kancil.
Akhirnya Kancil menyerahkan semua persediaan makanannya kepada Rusa, demi menolong sahabatnya, Kancil ikhlas. “Apakah kamu tidak takut kelaparan, Kancil” tanya Rusa. “Demi menolong sahabatku, aku ikhlas, Rusa” jawab Kancil. Kejadian aneh pun terjadi, tiba-tiba Rusa berubah menjadi seekor Kancil yang tua. “Siapa kau” tanya Kancil ketakutan. “Aku adalah tabib sakti yang kamu cari. Aku berubah wujud hanya untuk menguji kesetiaanmu kepada sahabatmu. Sekarang ayo kita menemui temanmu Paus, aku akan menyembuhkan penyakit raja Paus” jawab tabib sakti.
Akhirnya, Kancil mengajak tabib sakti menemui Paus, mereka bertiga merangkat ke isatan Paus. Disana mereka di sambut oleh pembesar istana. Tabib sakti langsung di antar menemui raja yang sedang sakit. Tabib memeriksa penyakit raja, lalu memberikan ramuan obat untuk diminum, Selang beberapa saat kemuadian, raja Paus langsung sembuh dari sakitnya. Seluruh pegawai dan rakyat istana Paus gembira mendengar raja sudah sembuh dari sakitnya. Raja Paus sangat berterima kasih kepada tabib sakti dan memberikan hadiah kepada tabib sakti. Demikian juga Paus sahabat Kancil, ia diangkat menjadi pengawal kepercayaan di istana Paus.
“Sahabat sejati bukanlah mereka yang dapat menghilangkan masalahmu, namun yang pasti sahabat sejati adalah mereka yang tak akan meninggalkanmu saat masalah menimpamu.”
36. Cerita Fabel : Si Nuri Yang Rajin
Di sebuah hutan yang lebar, ada keluarga Burung Nuri yang sedang bercengkerama di rumah mereka yang di atas pohon. Di rumah itu ada ayah Nuri, ibu Nuri, adik Nuri dan si Nuri. Ayahnya sedang memberi nasehat kepada anak-anaknya, adik Nuri dan si Nuri sangat memperhatikan nasehat sang ayah. “Apa kalian tahu mengapa ayah memanggil kalian untuk berkumpul di rumah?” tanya ayah Nuri. “Kita tidak tahu, yah memang ada apa?” jawab Nuri.
Dengan sabar ayah Nuri menjelaskan semuanya. “Untuk kalian anak-anakku, ayah ingin memberitahu sesuatu kepada kalian” jelas si ayah. “Ya, ayah..sebenarnya ada apa?” tanya Nuri. “Anakku, di hutan ini, sekarang banyak sekali pendatang baru, otomatis makanan akan semakin sulit..Oleh karena itu, mulai sekarang kita harus lebih giat mencari makanan untuk persediaan kita nanti” kata ayah Nuri. “Ayah tidak usah khawatir, kami akan lebih giat mencari makanan untuk keluarga kita” tutur Nuri.
Di pagi yang cerah, matahari mulai nampak tuk memberi sinar alam semesta ini. Nuri dengan semangat berangkat mencari makanan di sekitar hutan, dengan bernyanyi riang gembira Nuri terbang. Tak terasa Nuri terbang jauh, namun belum mendapat makanan juga. “Aduh, kok jadi aneh ya, terbang kesana kemari belum juga dapat buah kesukaan keluargaku” gumam Nuri.
Nuri pun terbang pelan, melihat-lihat sekitar hutan barangkali masih ada buah untuk makanannya. “Benar kata ayah, makanan sudah muali sulit dicari” kata Nuri. Secara tiba-tiba pandangan Nuri tertuju ke si Beo yang sedang termenung di ranting pohon, Nuri pun menghampiri si Beo. “Ada apa, Beo..Kok kamu wajahmu pucat, apa kamu sakit?” tanya si Nuri. “Ga kok, Nuri..aku baik-baik saja, hanya dari tadi pagi aku sudah terbang jauh namun belum juga mendapat makanan” jawab Beo. “Kalau begitu kita sama, Beo..Aku juga sudah dari tadi pagi belum mendapat makanan” jelas Nuri.
Bertambahnya pendatang baru di hutan sangat terasa, makanan mulai sulit, namun Nuri tidak pernah menyerah, ia terus berusaha mencari dan mencari makanan untuk persediaan keluarganya. “Ayo, Beo..Kita cari makanan bersama, jangan pernah menyerah” hibur Nuri. “Iya, Nuri..tapi aku sudah lapar, aku sudah tidak kuat terbang lagi” jawan Beo. “Jika kamu terus disini akan mendapat makanan?, ayo lebih baik kita mencoba lagi, pasti masih ada makanan” ajak Nuri. “Terbangnya pelan-pelan saja ya?” iba Beo. “Iya deh, semangat ya Beo” kata Nuri.
Akhirnya Nuri dan Beo terbang ke timur untuk meneruskan mencari makanan. Pelan-pelan mereka terbang hingga akhirnya ada pohon yang rindang, dilihat dari luar pohon itu memang tidak ada buahnya, namun sebenarnya di tengah-tengah rindangnya pohon itu masih ada buah-buahan yang cukup banyak. “Lihat, Beo..Ada makanan, ayo kita cari yang banyak untuk persediaan keluarga kita masing-masing” teriak Nuri. “Kebetulan aku lapar, aku makan dulu aja ya, nanti baru kita bawa pulang” ajak Beo. “Terserah kamu aja Beo, aku mencari buah dulu untuk keluargaku dirumah, baru aku akan makan bersama-sama keluargaku” kata Nuri.
Dengan semangat Nuri memetik buah satu persatu dan dimasukkan ke dalam kantong yang sudah di siapkan. Setelah semua selesai, Nuri dan Beo terbang pulang kerumah masing-masing dan menyerahkan makanan yang telah di dapatkan kepada keluarga mereka. Orang tua Nuri sangat senang melihat Nuri pulang membawa makanan, mereka bangga mempunyai anak seperti Nuri yang rajin.
“Jadilah anak yang rajin dan membantu orang tua. Karena ini adalah salah satu cara kamu berbakti kepada kedua orang tuamu. Mulai sekarang jadi anak yang rajin ya.”
37. Cerita Fabel : Si Hiu Yang Suka Berbohong
Di sebuah laut yang sangat dalam, hiduplah seekor hiu yang besar. Hiu besar itu mempunyai banyak teman, dan semua teman-temannya pun suka kepadanya, karena ia pandai mendongeng. teman-teman hiu antara lain paus besar, gajah laut dan ikan pari, Hiu mulai mendongeng kepada teman-temannya itu. Ia mendongeng tentang kehebatan dirinya sendiri. Dengan sombongnya hiu memuji-muji dirinya sendiri.
Hiu mendongeng bahwa ia mempunyai kelebihan bahwa ia tak terkalahkan, hiu bertanya kepada teman-temannya itu, “Terus apa saja kelebihan kalian”?, paus besar menjawab,”aku bisa tumbuh besar dan melompat ke atas”, lalu gajah laut ikut menjawab, “aku bisa berjalan di darat dengan mamakai sirip dan perutku”, tak ketinggalam ikan pari ikut pula menjawab, “aku bisa berenang dengan kedua sayapku”.
Mendengar jawaban teman-temannya tampaknya hiu tak mau kalah dengan kelebihan temannya masing-masing, hiu mendongeng lagi, “apakah kalian pernah bertemu ikan piranha”?, paus besar balik bertanya kepada hiu, “apakah kamu pernah bertemu, hiu”?, dengan nada sombong hiu menjawab, “aku pernah bertemu dengan rombongan ikan piranha, dan mereka tidak akan memakanku”, “karena aku adalah hiu yang besar, hahahahaaaa!”, “kamu tidak takut hiu?” tanya paus besar. “aku tidak takut pada siapapun?” jawab hiu dengan penuh percaya diri.
Dengan nada jengkel ikan pari menyahut, “apakah benar semua itu hiu?”, “benar, karena kau lebih besar dibanding piranha, dan aku lebih kuat”, sahut hiu dengan nada yang lantang. “Wah kamu memang hebat hiu,”dengan terkagum gajah laut memuji hiu. Dengan serius mereka mendengarkan dongeng hiu di atas sebuah kapal yang sudah lama karam. Ketika mereka sedang asyik mendengarkan dongeng si hiu, dengan tiba-tiba ada rombongan ikan piranha yang lewat di dekat mereka, dengan cepat paus besar, gajah laut, dan ikan pari bersembunyi di dalam kapal yang karam itu.
Rombongan ikan piranha itu menuju ke kapal karam itu, mereka berputar-putar dan nampaknya mereka sedang lapar dan ingin mencari makan. Dengan hati-hati mereka bertiga terus bersembunyi di dalam kapal karam, namun dimana si hiu?, ternyata di hiu sedang bersembunyi dan sangat ketakutan. Beruntung rombongan piranha itu segera pergi. Setelah situasi aman, paus besar dan kedua temannya keluar dari persembunyian mereka, dengan penuh tanda tanya mereka mencari si hiu, “kemana hiu tadi?” tanya di gajah laut. Dengan gemetar hiu keluar dari persembunyiannya dengan wajah yang ketakutan. “Hiu, kemana saja kamu?”, “mengapa kamu tidak menghadapi mereka?”. tanya ikan pari. “Mana kehebatanmu hiu, seperti dongengmu tadi?”, hiu hanya terdunduk dan terdiam menahan malu karena sudah berbohong kepada teman-temannya.
“Maka dari itu jangan suka berbohong ya, karena akan membuat dirimu malu. bicaralah apa adanya sesuai dengan kenyataan, kalau begini kan malu jadinya.”
Demikian Kumpulan Cerita Hewan Fabel Pendek Terbaru Disertai dengan Pesan Moral nya. Semoga bermanfaat.
Keyword: Contoh Cerita Fabel Hewan
Originally posted 2020-04-10 23:31:03.